Jumat, 30 Desember 2016

Manusia dalam Mencapai Sebuah Harapan

Istilah “filsafat” dalam bahasa indonesia mempunyai padanan “falsafah” dalam kata Arab. Sedangkan menurut kata Inggris “philosophy”, kata Latin “philosophia”, kata Belanda “philosophie”, kata Jerman “philosophier” kata Perancis “philosophie”, yang kesemuanya itu diterjemahkan dalam kata indonesia “filsafat”. “philosophia” ini adalah kata benda yang merupakan hasil dari kegiatan “philosophien” sebagai kata kerjanya. Sedangkan kegiatan ini dilakukan oleh philosophos atau filsuf ssebagai subjek yang berfilsafat. Dengan demikian istilah “filsafat” yang dimaksudkan sebagai kata majemuk dari “philein” dan “sophos” mengandung arti, mencintai hal-hal yang sifatnya bijaksana, sedangkan “filsafat” yang merupakan bentuk majemuk dari “philos” dan “sophia” berkonotasi teman dari kebijaksaan. Sehingga dapat disimpulkan pengertian filsafat secara umum adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah. Filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem. Namun filsafat berbeda dari ilmu-ilmu pengetahuan kehidupan lainnya oleh karena memiliki obyek tersendiri yang sangat luas.
Filsafat menurut Immanuel Kant adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkat dari segala pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan yaitu: (1) apakah yang dapat kita kerjakan (jawabannya metafisika), (2) apakah yang seharusnya kita kerjakan (etika), (3) sampai di manakah harapan kita (agama), (4) apakah yang dinamakan manusia (antropologi). Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung didalmnya ilmu-ilmu metafisika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
Pemikiran Immanuel Kant tantang Pengatahuan. Menurut Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman, bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori. Kant memulainya dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui? Menurut Kant, pengetahuan manusia muncul dari dua sumber utama yaitu pengalaman pancaindra dan pemahaman akal budi (rasio). Pengalaman yang diperoleh melalui pancaindra kita kemudian diolah oleh pemahaman rasio kita dan menghasilkan pengetahuan. Itu sebabnya pengetahuan manusia selalu bersifat apriori dan aposteriori secara bersamaan. Tanpa pengalaman indrawi maka pengetahuan hanyalah konsep-konsep belaka, tetapi tanpa pemahaman rasio pun pengalaman indrawi hanya merupakan kesan-kesan panca indra belaka yang tidak akan sampai pada keseluruhan pengertian yang teratur yang menjadikannya sebagai sebuah pengetahuan. Pengetahuan bermula dari pengalaman pancaindra yang kemudian diolah oleh pemahaman rasio untuk menghasilkan sebuah pengetahuan yang menyeluruh dan teratur. Oleh sebab itu, maka segala sesuatu yang tidak bisa dialami oleh pancaindra tidak bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan, tetapi hanya sebagai sebuah hipotesis belaka.
Pemikiran Kant tentang Etika (Deontologi). Etika disebut juga filsafat moral, yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang berarti watak. Moral berasal dari kata mos atau mores (Latin) yang artinya kebiasaan. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan, bermoral atau tidak bermoral. Moralitas manusia adalah objek kajian etika yang telah berusia sangat lama. Sejak manusia terbentuk, persoalan perilaku yang sesuai dengan moralitas telah menjadi bahasan. Berkaitan dengan hal itu, kemudian muncul dua teori yang menjelaskan bagaimana suatu perilaku itu dapat diukur secara etis yaitu Deontologis dan Teologis. Teori Deontologis dihasilkan oleh pemikiran Immanuel Kant. Deontologi berasal dari kata Deon (Yunani) yang berarti kewajiban. Menurut teori ini perbuatan adalah baik jika dilakukan berdasarkan “imperatif kategoris” (perintah tak bersyarat). Yang menjadi dasar bagi baik buruknya perbuatan adalah kewajiban dan tujuan yang baik tidak menjadikan perbuatan itu baik. Menurut Kant ada tiga kemungkinan seseorang menjalankan kewajibannya, pertama, ia memenuhi kewajiban karena hal itu menguntungkannya. Kedua, ia memenuhi kewajibannya karena ia terdorong dari perasaan yang ada didalam hatinya, misalnya rasa kasihan. Ketiga, ia memenuhi kewajibannya kerena kewajibannya tersebut, karena memang ia mau memenuhi kewajibannya. Dalam kaitannya dengan apa yang harus kita perbuat (kerjakan) yaitu dengan mengambil keputusan. Pengambilan keputusan ada dua yaitu analitik dan sintetik. Dalam analitik subjek sama dengan predikat sehingga bisa dikatakan bahwa analitik adalah identitas. Analitik  adalah pengambilan keputusan berdasarkan konsistensi koherensi. Analitik merupakan intuisi murni. Dalam analitik A sama dengan B (subjek=predikat), predikat B masuk ke dalam A atau predikat B terletak atau masuk penuh ke dalam A. Sedangkan sintetik subjek tidak sama dengan predikat sehingga  sintetik berarti kontradiksi. Sintetik adalah pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman atau intuisi empiris.
Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan. Meskipun Kant lebih dikenal sebagai filsuf yang berkecimpung dalam bidang epistemologi dan etika, tetapi kajian tentang Tuhan pun tak luput dari penelaahannya. Immanuel Kant  berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang Tuhan harus berasal dari penalaran; oleh karena itu, ia menyerang bukti-bukti tentang keberadaan Tuhan, dengan menyangkali keabsahannya. Kant berpendapat bahwa tidak dapat ada terpisah pengalaman yang dapat dibuktikan melalui pengujian. Dalam hal ini, Kant mengkombinasikan rasionalisme (kebertumpuan pada penalaran manusia) dan empirisme (pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah). Bagi Kant, Tuhan bukanlah soal teoretis, melainkan soal praktis, soal moral, soal totalitas pengalaman, dan arti atau makna hidup terdalam (ini dampak positifnya). Dampak negatifnya adalah bahwa sebagai “postulat’ (penjamin) moralitas, Tuhan adalah konsekuensi moralitas, maka moralitas merupakan dasar keberadaan Tuhan. Karena itu, muncul tendensi pada Kant untuk meletakkan agama hanya pada tataran moralitas semata atau perkara horizontal saja (hubungan antar manusia saja atau soal perilaku di dunia ini saja). Konsekuensinya, agamanya Kant, tidak memerlukan credo (kepercayaan). Kant menyatakan bahwa memang Tuhan hanya bisa didekati melalui iman dan iman itu dilandasi oleh hukum moral. Hukum moral mewajibkan kita untuk selalu melakukan kebaikan. Tetapi hukum moral ini mensyaratkan tiga hal utama, yaitu: kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan.
Pandangan Imamuel Kant tantang Manusia. Kant mengatakan bahwa hanya manusia-lah tujuan pada dirinya, dan bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenang-wenang. Di dalam segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan. Bagi Kant, manusia-lah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas.
Dalam membahas filsafat tak lepas juga dengan membahas tentang manusia, karena filsafat dan manusia saling berkaitan. Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Manusia dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi yang, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok, dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Filsafat secara umum adalah suatu kebijaksanaan hidup (filosofia) untuk memberikan suatu pandangan hidup yang menyeluruh berdasarkan refleksi atas pengalaman hidup maupun pengalaman ilmiah. Pengalaman itu bersifat manipul, kaitannya dengan ruang berurutan, berkelanjutan dan berkesatuan, dan digabung menjadi manipul, itulah membentuk pengalaman, Imanual Kant menyebutnya sebagai manipul. Apersepsi itu bersifat sintetik. Perlu di ingat di pengalaman ada intuisi, di berpikir ada intuisi. Jadi tidak bisa berpikir tanpa intuisi. Yang mendahului berpikir itu adalah intuisi, jadi dalam mengajar kita tidak boleh merampas intuisi siswa. Intuisi ada kaitanya dengan kesadaran. Maka letakkanlah kesadaran anda di depan hakekat kalau anda ingin memahami suatu hakekat. Dalam mengajar di kelas terdapat apersepsi. Apersepsi dalam pembelajaran maksudnya kesiapan siswa. Kesatuan apersepsi itu disebut sebagai kesatuan transendental dari kesadaran diri. Kesadaran diri ini penting untuk bisa berpikir a priori. Supaya bisa berpikir maka harus sadar dulu. Apersepsi yang membentuk kesadaran tadi adalah prinsip yang tertinggi dari kesadaran brpikir. Ruang dan waktu adalah intuisi. Ruang dan waktu jika di isi dengan manipul kesatuan content, maka dia merupakan representasi tunggal tadi. Understanding adalah kemampuan kognisi. Tujuan dari apersepsi yaitu untuk melakukan kegiatan berpikir, supaya kita mampu berpikir. Selain itu, filsafat merupakan suatu ilmu pengetahuan karena memiliki logika, metode dan sistem. Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran, dan ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Filsafat membahas segala sesuatu terkait dengan manusia, baik pengalaman maupun logika. Setiap manusia pasti memiliki sebuah harapan. Harapan atau asa adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang, dibatin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun adakalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Pada praktiknya banyak orang mencoba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha. Harapan dalam kehidupan manusia merupakan cita-cita, keinginan, penantian, kerinduan supaya sesuatu itu terjadi. Dalam menantikan adanya sesuatu yang terjadi dan diharapkan, manusia melibatkan manusia lain atau kekuatan lain diluar dirinya supaya segala sesuatu terjadi, selain hasil upayanya yang telah dilakukan dan ditunggu hasilnya. Jadi, yang diharapkan itu adalah hasil jerih payah dirinya dan bantuan kekuatan lain. Bahkan harapan itu tidak bersifat egosentris. Harapan tertuju kepada “Engkau”. Harapan ditunjukkan kepada orang lain atau kepada Tuhan. Menurut macamnya ada harapan yang optimis dan ada harapan yang pesimis. Harapan yang optimis artinya sesuatu yang akan terjadi itu sudah memberikan tanda-tanda yang dapat dianalisis secara rasional, bahwa sesuatu yang akan terjadi akan muncul. Dalam harapan yang pesimis ada tanda-tanda rasional tidak akan terjadi. Harapan itu ada karena manusia hidup. Manusia hidup penuh dengan dinamikanya, penuh dengan keinginannya atau kemauannya. Harapan untuk setiap orang berbeda-beda kadarnya. Orang yang wawasan berpikirnya luas, harapanpun akan luas. Demikian pula orang yang wawasan berpikirnya sempit, maka akan sempit pula harapannya. Besar-kecilnya harapan sebenarnya tidak ditentukan oleh luas atau tidaknya wawasan berpikir seseorang, tetapi kepribadian seseorang dapat menentukan dan mengontrol jenis, macam, dan besar-kecilnya harapan tersebut. Bila kepribadian seseorang kuat, jenis dan besarnya harapan akan berbeda dengan orang yang kepribadiannya lemah. Kepribadian yang kuat akan mengontrol harapan seefektif dan seefesien mungkin sehingga tidak merugikan bagi dirinya atau bagi orang lain, untuk masa kini atau untuk masa depan, bagi masa didunia atau masa diakhirat kelak. Harapan seseorang juga ditentukan oleh kiprah usaha atau bekerja kerasnya seseorang. Orang yang bekerja keras akan mempunyai harapan yang besar. Untuk memperoleh harapan yang besar, tetapi kemampuannya kurang biasanya disertai dengan bantuan unsur dalam, yaitu berdoa.
Dalam mewujudkan suatu harapan, manusia harus memiliki cita-cita, moto hidup serta visi dan misi dalam hidupnya. Moto merupakan sebuah kalimat ataupun kata yang dijadikan sebagai prinsip dan semboyan dalam kehidupan. Cita-cita merupakan kehendak atau keinginan yang selalu berada dalam benak pikiran dan kita berusaha untuk mewujudkannya. Visi adalah pandangan jauh tentang suatu perusahaan ataupun lembaga dan lain-lain, visi juga dapat di artikan sebagai tujuan perusahaan atau lembaga dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya tersebut pada masa yang akan datang atau masa depan. Visi tidak dapat dituliskan secara lebih jelas karena menerangkan mengenai detail gambaran sistem yang di tujunya, ini disebabkan perubahan ilmu serta situasi yang sulit diprediksi selama masa yang panjang. Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan Visi. Misi perusahaan adalah tujuan dan alasan mengapa perusahaan itu ada. Misi juga akan memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Jika seseorang sudah memiliki hal tersebut didalam dirinya, dan dia tidak putus asa serta optimis maka kemungkinan harapan yang dia inginkan dapat di dapatkan.
Selain itu manusia juga memiliki sifat (watak) dan karakteristik yang berbeda-beda. Sifat dan karakteristik ini juga berpengaruh terhadap harapan yang dimiliki oleh manusia. Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi pikiran, budi pekerti dan tingkah lakuk atau tabiat manusia tersebut. Pengertian watak manusia adalah karakter bawaan dari lahir, selaku sifat yang turun dari gen ayah dan ibu ke anaknya yang sifatnya dominan. Watak bisa mempengaruhi tingkah laku, dan tingkah laku terwujud dalam perilaku. Karakteristik adalah mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang serta nilai-nilai yang berkembang secara teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan mudah di perhatikan (Nanda, 2013). Selain itu, menurut Caragih (2013) karakteristik merupakan ciri atau karateristik yang secara alamiah melekat pada diri seseorang yang meliputi umur, jenis kelamin, ras/suku, pengetahuan, agama/ kepercayaan dan sebagainya. Manusia memiliki sifat konsisten dan fleksibel (luwes). Pengertian Konsisten adalah melakukan suatu kegiatan secara terus menerus dengan tekun, taat asas, komit, teguh pendirian dan benar tanpa keluar dari jalur / batasan batasan yang telah di tentukan maupun sesuai dengan ucapan yang telah dilontarkan. konsisten salah satu sikap dari manusia yang sifatnya adalah untuk memegang teguh suatu prinsip atau pendirian dari segala hal yang telah di tentukan. Definisi konsisten adalah fokus pada suatu bidang yang mana kita tidak akan berpindah menuju bidang lain sebelum pondasi bidang pertama benar-benar kuat. Fleksibel (luwes) yaitu sikap yang mampu beradaptasi dan tanggap dengan cepat sekallipun dalam keadaan yang sangat darurat. Fleksibel juga dapat diartikan sebagai suatu sikap yang bisa menerima perubahan atau ikut saja. Dapat disimpulkan bahwa manusia memiliki sifat-sifat yang berbeda, seperti hal nya dengan sifat konsisten dan fleksibel (luwes) merupakan dua sifat yang berbeda yang berada dalam diri manusia.
Agar harapan kita dapat tercapai, kitapun harus melakukan berbagai upaya yaitu diantaranya yaitu yakin dan percaya bahwa kita dapat/mampu untuk melakukannya, karena keyakinan adalah hal yang paling penting dan utama yang dibutuhkan bagi setiap orang agar keinginannya (harapan) dapat tercapai. Tetapi yakin saja tidak cukup, kita juga harus melakukan segala usaha semaksimal mungkin yang kita dapat lakukan, seperti berlatih dengan giat. Selanjutnya setelah yakin dan berusaha, kita juga harus berdoa dan meminta kepada-Nya. Karena segala sesuatu adalah kehendak Tuhan, maka jangan pernah lupa untuk berdoa dan meminta, selanjutnya berserah diri dan tawakal selalu agar harapan (keinginan) yang di inginkan dapat tercapai.

Sehingga dari penjelasan di atas yang sudah dipaparkan dapat diperoleh kesimpulan bahwa, filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan manusia yang terdapat keterkaitannya dengan pengalaman dan logika. Membahas filsafat berkaitan dengan membahas mengenai manusia, setiap manusia memiliki sebuah harapan. Manusia juga memiliki sifat (watak) dan karakteristik yang berbeda-beda. Manusia memiliki sifat komitmen dan luwes (fleksibel). Sifat ini sangat berpengaruh terhadap harapan yang dimiliki oleh manusia. Karena sifat ini dapat membantu manusia dalam mewujudkan sebuah harapannya. Selain itu untuk dapat mewujudkan sebuah harapan, setiap manusia juga harus memiliki sebuah cita-cita, moto hidup, serta visi dan misi dalam diri masing-masing. Karena hal seperti ini akan memudahkan kita untuk mengetahui apa harapan yang kita inginkan, dan bagaimana cara yang dapat kita lakukan agar harapan (keinginan) kita dapat tercapai. Agar harapan (keinginan) kita dapat tercapai yang pertama yang harus kita lakukan yaitu kita harus yakin dan percaya, setelah itu usaha serta berdoa. Karena harapan seseorang ditentukan oleh kiprah usaha atau kerja kerasnya seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar