Jumat, 23 Desember 2016

Tema Besar dalam Filsafat

1.        Ontologi
Ontologi adalah bagian metafisika yang mempersoalkan tentang hal-hal yang berkenaan dengan segala sesuatu yang ada atau the existence khususnya esensinya. Dalam dictionary of philosophy, James K. Frebleman mengatakan bahwa ontologi adalah “The Theory of Being Qua Being” teori tentang keberadaan sebagai keberadaan. Menurut Aristoteles, ontologi adalah The First of Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda. Dari sekian definisi dapat disimpulkan bahwa ontologi adalah salah satu bagian penting dalam filsafat yang membahas atau mempermasalahkan hakikat-hakikat semua yang ada, baik abstrak maupun riil.
Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis, seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya, kebanyakan orang belum dapat membedakan antara penampakan dan kenyataan.
Hakekat kenyataan atau realitas bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang, yaitu:
a.         Kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak.
b.        Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, dan empirisme.
Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:
1)        yang-ada (being)
2)        kenyataan/realitas (reality)
3)        eksistensi (existence)
4)        esensi (essence)
5)        substansi (substance)
6)        perubahan (change)
7)        tunggal (one)
8)        jamak (many)
Menurut Suriasumantri (1985), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”. Telaah ontologis akan menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti:
a.         Apakah obyek ilmu yang akan ditelaah
b.        Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut, dan
c.         Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Ontologi berguna bagi studi ilmu-ilmu empiris (misalnya antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, antropologi, sosiologi, ilmu kedokteran, ilmu budaya, fisika, ilmu teknik, dan sebagainya).
2.        Epistemologi
Epistemologi (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter, dan jenis pengetahuan. Epistemologi mempelajari tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Menurut Donny Gahral, epistemologi adalah cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan, khususnya 4 pokok persoalan pengetahuan, seperti keabsahan, struktur, batas, dan sumber. Pengetahuan yang dikaji dalam epistemologi adalah pengetahuan dalam arti seluas-luasnya, termasuk pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Epistemologi juga merupakan dasar dari filsafat ilmu pengetahuan dalam membagi pengetahuan menjadi pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan sehari-hari, serta menentukan cara kerja yang tepat untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.
Epistemologi membahas tentang pengetahuan yang akan didapat manusia sesuai dengan kebutuhannya. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis, dan metode dialektis. Berdasarkan epistemologi, manusia akan mencari tahu tentang apa saja batas-batas pengetahuan, bagaimana struktur pengetahuan, bagaimana keabsahannya, dan dari mana sumbernya. Pada dasarnya, manusia selalu ingin tahu tentang sesuatu dan ia akan mencari tahunya , sehingga dengan demikian pengetahuannya akan bertambah.
3.        Aksiologi
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Dengan demikian, aksiologi adalah “teori tentang nilai” (Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat, nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial, dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan, dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.
Aksiologi mengkaji tentang norma dan nilai dalam kehidupan manusia, berkaitan dengan “yang baik” dan “yang buruk”, juga tentang ukuran norma atau nilai apa saja yang mendasarinya.
Nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan. Sedangkan norma adalah pedoman dan aturan berperilaku dengan sanksi-sanksi yang dapat menuntut seseorang, kelompok, dan masyarakat untuk mencapai dan mewujudkan suatu nilai. Nilai-nilai dalam hidup manusia memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah:
a.         Nilai berfungsi sebagai petunjuk arah
b.        Nilai berfungsi sebagai benteng perlindungan
c.         Nilai berfungsi sebagai motivator

Menurut penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa tema besar dalam ilmu filsafat, meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Ontologi membahas tentang keberadaan  sesuatu yang konkret dan nyata, epistemologi membahas tentang pengetahuan yang dimiliki manusia berdasarkan kebutuhannya, dan aksiologi membahas tentang nilai dan norma, tentang yang baik dan yang buruk yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

SUMBER :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar